Baru saja tadi,
Saya menekan tombol close di sebuah software pemutar dvd di notebook saya,
Dan menghabiskan waktu 10 menit untuk merenung… merenung tentang apa? Hmm, yang jelas hal ini benar-benar mengusik benak saya.
Sebuah kalimat terus terngiang di kepala saya saat itu, –bahkan hingga sekarang,
“what would you do, if you knew that you have least than a minute to live?”
-
“apa yang akan kamu lakukan, apabila kamu tahu bahwa kamu hanya memiliki waktu 1 menit lagi untuk hidup?”
Kebingungan, saya menghabiskan waktu yang
cukup lama untuk berpikir, dan bahkan hingga sekarang, sembari mengetik
artikel ini pun saya belum menemukan jawabannya…
Bukan karena tidak punya pilihan,
Tapi saya bingung karena terlalu banyak pilihan,
1 menit itu sangat-sangat berharga jika itu adalah 1 menit terakhir di hidup kita, bukan?
Ibaratnya seperti ketika anda memenangkan
lotere berhadiah uang 1 trilyun, lalu anda ditempatkan kedalam sebuah
toko serba ada, –benar-benar serba ada, dan anda harus membelanjakan
uang anda tersebut dalam waktu 1 menit.
Jika anda telah melewati batas waktu 1
menit, maka uang anda segera ditarik, dan 1 menit itu pun termasuk waktu
anda untuk mengambil barang pilihan anda DAN membayarnya di kasir.
Bayangkan seberapa bingungnya anda.
Bagi saya,
Mungkin ketika saya memenangkan lotere
tersebut, saya akan termakan oleh rasa senang saya dan menghabiskan
waktu 1 menit tersebut dengan berteriak-teriak “IS THIS REAL???!!!” dan
kemudian mencubit pipi saya sendiri untuk meyakinkan otak logika saya
bahwa saya tidak sedang bermimpi
Hmm, atau mungkin,
Saya akan memasang wajah serius, kemudian
segera menyebar pandangan ke seluruh sudut toko dan menganalisa
barang-barang yang ada, untuk kemudian memilih dan mengambil barang
termahal yang ada.
Ya,ya, tentunya ini ide yang lebih baik daripada pilihan pertama saya tadi.
Tetapi tidakkah waktu saya akan terbuang
dengan analisa saya? (FYI, saya adalah seorang analis yang seringkali
menghabiskan waktu saya hanya untuk berpikir, bahkan terkadang secara
berlebihan).
Baiklah…
Pilihan pertama terdengar konyol,
Dan pilihan kedua terlihat tidak berguna.
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan?
Dalam film yang saya tonton, pilihan
penuh intrik itu muncul di sebuah kereta yang dalam waktu satu menit
akan dimakan api dan meledak berkeping-keping karena sebuah bom
berkekuatan tinggi, dan pada saat itu para penumpang kereta melakukan
hal yang berbeda-beda, tetapi dengan satu emosi yang sama.
Pertama, seorang pria paruh baya yang
pada awalnya duduk santai di sebuah kursi dekat jendela, langsung
mengeluarkan telepon genggamnya dan dengan mimik sedih ia menelepon
seseorang dengan bersahut-sahutan –FYI, keadaan saat itu luar biasa
berisik.
Kedua, seorang wanita karir berumur
30-an, yang pada awalnya terlihat sangat angkuh dan arogan, dalam selang
waktu beberapa detik berubah menjadi wanita rapuh yang terisak di kedua
pahanya. Kedua lengannya menutupi kepala, seakan dengan naifnya
berharap kedua lengan manusianya itu bisa melindunginya dari kematian
yang absolut.
Dan Ketiga, para penumpang lainnya.
Semuanya melakukan hal yang beragam. Ada
yang berteriak-teriak histeris sembari memukul-mukul tinjunya ke udara,
ada yang memejamkan mata dan menangis tersedu-sedu, dan puluhan respon
lainnya.
Tetapi ada satu hal menarik yang saya
ambil dari beragam respon tersebut. Seperti yang saya ungkit beberapa
paragraf sebelumnya, semua penumpang tersebut mengalami emosi yang
serupa,
yaitu :
Kesedihan
Kemarahan
Ketidakmampuan
dan…
PENYESALAN
Tetapi,
Di tengah hiruk pikuk yang tengah
berlangsung, dua orang tokoh utama dalam film ini (seorang lelaki dan
seorang wanita) melakukan hal yang benar-benar tak terduga.
Di kala hidup mereka sudah bisa
dipastikan akan berakhir, Si Lelaki menggunakan detik-detik terakhirnya
untuk menyatakan perasaannya pada Si Wanita :
“I love you”
Mereka pun berciuman, dan 5 detik kemudian melepas kehidupan mereka dengan senyuman.
Ya, senyuman!
Saya merasa, seakan-akan kereta yang melaju di film tersebut menabrak kepala saya dengan kencang.
Adegan singkat ini membuat saya terhenyak.
Dan membuat saya merenung.
Bagaimana jika 1 menit dari sekarang, saya akan meninggalkan dunia ini?
Dengan perpisahan seperti apakah saya akan melepaskan lambaian tangan terakhir pada dunia?
Dengan senyum, atau uraian air mata yang memenuhi pelupuk?
Sekarang saya sadar, saya bisa mati kapan
saja. Dan saya pun sadar, bahwa ternyata saya bisa memilih untuk mati
dengan keadaan seperti apa.
Dan hal yang akan saya lakukan sekarang adalah, saya akan hidup dengan baik selama saya masih bisa bernafas.
Mencapai apa yang belum saya capai, menggenggam hal yang saya inginkan, dan memeluk erat mereka yang saya sayangi.
Bagaimana dengan anda?
“apa yang akan kamu lakukan, apabila kamu tahu bahwa kamu hanya memiliki waktu 1 menit lagi untuk hidup?”
My Regards,
Alberto Brahm Manurung
No comments:
Post a Comment